Ketika Semua Perempuan Bertanya

Semua agama menjanjikan seribu kebaikan untuk penganutnya, agama memberikan peluang, harapan untuk penganutnya untuk beromba-lomba dalam hal kebaikan, tak ayal jika semua agama di jadikan tolok ukur(syari’at) dalam setiap perbuatan amalan yang dilakukan oleh penganutnya untuk
kemasalahatan bersama Agama meruapakan suatu bukti dari adanya kehidupan yang sesungguhnya. Darinya terlahir jembatan(religion/sirot) antara tuhan dan hambanya. Petunjuk pertama yang melahirkan agama bermula dari perjalanannya adam di bumi. Ia menemukan tiga hal. Pertama keindahan pada alam raya yang ditandai dengan kemegahan alam, bunga yang mekar, kedua ditemukannya kebaiakan pada agin spoi-spoi yang menyegarkan badan disaat kita gerah atas panasnya matahari dan di saat kita kedinginan dengan angin malam, baru kemudian ditemukannya kebenaran  tentang ciptaan tuhan yang terbentang.
Dari tiga konspesi pengamatan inderawi dengan proses tafakkur terlahirlah konsep kesucian tentang kebesaranNya. Sekelumit pertanyaan dalam hati bermunculan seiring pengamatan inderawi dari hati tentang siapa sang yang indah, sang maha baik, sang maha benar. Jiwa dan akalnya mengantarkan sebuah intuisi  ketundukan baginya hingga terkonstruk dalam hatinya tentang sebuah substansi sebagai bentuk dedikasi dan penghambaan atasNya (agama.) Adanya agama bermula dari proses tentang keindahan, kebaikan, dan kebenaran barulah kesucian dalam hati. Jagad raya menjadi media konsepsi tentang perenungan panjang munculnya sebuah agama.
Namun sangat berbeda ketika mereka melirik agama  sebagai objek dari ketertidasannya kaum perempuan(teks-teks berindikasi kekerasan dan teks yang interpretasinya partilkulatif;terpotong) ketika dihadapkan kepada dua hal yang mempunyai kesamaan derajat/tingkatan di mata allah dan sesama. tema persamaan antar manusia, lelaki dan perempuan menjadi tema public yang tak bekesudahan dan hal ini berimplikasi terhadap saling meninggikan dan merendahkannya suatu pihak dalam starata social. Padahal sudah jelas seseorang dipandang baik/derajat oleh allah melalui ketaqwaanya kepada sang maha kuasa. Bukan atas sejagad karya dan kemegahan rumahnya yang wah. Islam semisal; agama yang rahmatan lil Alamin, rahamat bagi seluruh manusia, tak ada penindasan, subordinasi, ketidakadilan, eksploitasi dalam islam. Akan tetapi potret yang ditampilakan dalam wacana masyarakat dalam tatanan praksisnya lebih membela kepada salah satu pihak (male posisi strategis) yang terjadi justru ada sekelumit ayat;hadist yang dijadikan senjata bagi para kaum male/ maskulin untuk mematikutukan kaum perempuan dalam sisi domestic, birokrasi, parlementer dan posisi strategis lainya. Hal ini sangat bertolak belakang dengan misi islam sebenarnya sebagai agama rahamatan lil alamin, break n stop think about this statement. Back to esensial concept of islam; tak salah Jika Perempuan Bertanya dimana letak rahmatan ? di mana garis kesetaraan jender dan hak yang disebutkan dalam al-qura’an?islam mengajarkan sebuah kebaikan dan keadilan dimana letak keadialan sebuah agama terhadap kaum perempuan ? tidakkah isalam adalah keperihatinan terhadap kaum perempuan ? tidakkah teks dan kalamullah tidak diturunkan dalam kesia-siaan, semuanya mempunyai kejelasan yang klir namun kenapa tetap demikian ?

Tulisan ini sebagai jawaban dari kaum perempuan yang tertindas dengan segala bentuk ketertindasannya atas kaum lelaki, dan isnya allah penulis juga akan menyajikan tentang statement solutif dan mencerahkan dimana letak hak dan kepantasan seorang lelaki dan perempuan yang sebenarnya ketika dihadapakan terhadap sebuah persoalaln/ pilihan, domestic, politik, yang mana  tujuan tersebut sama-sama mempunyai landasan kuat yang bersumber dari ayat dan al hadist.
Agama tidak pernah mengajarkan kekerasan terhadap kaum perempuan, malah agama memberikan peluang untuk perempuan andil di dalamnya, agama tidak pernah mengajarkan  tindakan yang diskriminatif, namun realitas yang penulis baca dalam kajian kemasyarakatan terdapat pengecualiaan yang terlegitimasi oleh konstruk  sosio kulturis yang mensubordinasi kaum perempuan, semisal dalam teks klasik kitab kuning lebih memihak kepada kaum lelaki(masalah fiqh), dalam urusan aqiqah untuk lelaki  minimal dua ekor sedang untuk perempuan cukup satu ekor saja, dalam pengadilan (saksi) dua orang wanita sama halnya satu lelaki belum lagi dalam kasus pembunuhan jika yang terbunuh adalah perempuan maka perempuan dihargai separuh harga dari lelaki dan untuk keluarga lelaki berhak menuntut ganti rugi dengan 100 ekor unta sedangkan jika yang terbunuh perempuan cukup 50 ekor unta saja, dalam hal nikah yang berhak menceraikan istri adalah lelaki, dalam hal memilih calon istri seorang lelaki boleh melihat bagian-bagian tubuh yang akan dinikahi sebab dikhwatirkan terjadi kekecewaan, dalam hal muwaris perempuan mendapatkan separuh dari warisan lelaki, dalam hal menikah untuk lelaki dibatasi bisa menikahi 4 istir sedangkan untuk istri mutlak dibenarkan untuk mempunyai satu suami saja.
.
Teks klasik lebih mensubordinasikan kaum perempuan dari posisi aman ke posisi yang tragis dan mengenyuhkan, pemahaman dan wacana tentang ke terbelakangan kaum perempuan dari pada lelaki sudah menjadi perdebatan panjang mulai sejak perjuangan seroang medis perempuan asal jepang “ elizabet blackwill” salah satu feminis yang berusaha untuk mensinergiskan posisi perempuan dari lelaki dengan menyekolahkan (private edocation) yang diasuh oleh dia sendiri, mulai dari sanalah perempuan sudah mempunyai banyak kekuatan untuk memeperjuangkan hak-hak kebebasannya menuntut posisi yang termarginalkan dari dulu, hal ini berkembang seiring progresifitas kulturis dalam social, namun the development of skill of them(female) terkikis dengan maraknya wacana-wacana yang legal bahkan mereka mengatasnamakan ayat dan alhadist untuk menempati posisinya sesuai konsep kholifatullah fil ard.
sebuah manhaj dan hasil ijtihad para ulamak dalam I’tibarnya lebih meminggirkan kaum perempuan dari posisinya, tanpa diragukan lagi bahwa agama memainkan peran bentuk panadangan terhadap gender dalam kemasyarakatan

“ wahai seluruh manusia.  Kami telah menciptakan kamu(terdiri) dari lelaki dan perempuan dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-bersuku agar kamu saling mengenal, sesungguhnya yang termulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa “ Qs 49; 13
Islam menjadi mulia karena adanya perempuan, disebutkan lagi di suatu buku yang penah saya baca bahwa perempuan adalah perhiasan untuk kaum lelaki(mata’ul ghurur) wacana apresiatif tentang perempuan menjadi sebuah kebenaran logis  bagi para kaum lelaki untuk bisa menjaga dan merawatnya dari posis marginal ke maksimal. Kewajiban saling menjaga satu sama lain ditegaskan dengan ayat allah “ ta’awanu alal birri wattaqwa “ sesama muslim kita harus saling tolong menolong dan menjaga satu sama lain, berbeda ketika orang tersebut adalah istri atau perempuan. Merupakan seubah kewajiban bagi seorang suami untuk tidak saling menyalahkan dan menomorsatukan hal yang periortias dan sepantasanya ada keterlibatan hal di dalamnya untuk kaum perempuan ikut andil di dalamnya, namun keenyataan yang terjadi justru perempuan mejadi objek penindasan para kaum lelaki atas kepentingan pribadi. Waah sungguh naifnya kaum perempuan..
perempuan diciptakan dari tulang rusuk adam “ satatment ini acap kali sangat mengesankan rendah dan kerdil kaum peremuan atas keberadaanya yang lemah, namun hal ini sudah ditegaskan oleh banyak pakar dan ulamak hadist terkemuka bahwa “ tulang rusuk yang benkok “ harus di pahami dalam pengertian kiasaan” majazi” sebab kaum perempuan mempunyai karakter, sifat yang cukup berbeda dengan kaum lelaki, sehingga di haruskan kepada kaum lelaki untuk tidak kasar memperlakukan kaum perempuan agar tidak menjadikan bengkok perlakuaannya yang berakibat fatal. Hadist di atas sebagai informasi/bayan kepada kaum lelaki.
Mungkin sudah beribu abad yang lalu perempuan tetap terkurung dan terbelenggu dalam sejarah kelam lalu, hal ini bisa Kita bisa amati kenyataan-kenyataan pahit yang tejadi pada kaum perempuan atas perilaku bejat lelaki. Sejak zaman jahiliyah wanita(budak) hanya dijadikan objek pelampiasan birahi dan mereka bebas memperjualbelikan budak yang mereka anggap sebagai miliknya(perempuan diperjual belikan), belum lagi dalam kasus perceraian kaum lelaki mendapatkan harta lebih dari seorang perempuan, pemerkosaan, penganiyaan, bahkan pembunuhan sudah menjadi angin lalu dan sering terjadi pada kaum perempuan. Limitasi gerak dan arah perempuan sepenuhnya atas kaum lelaki, sehingga ketika perempuan keluar rumah akan menjadi sebuah awal pemicu konflik dan kaum lelaki semena mena berbuat bahkan melukai perempuan atas kelakuaanya.
Benar dikatakan bahwa kewajiban seorang lelaki/suami menjaga terhadap perempuan sebab tubuh wanita dari ujung kaki sampek ke ujung rambut adalah aurat. Mereka kaum perempuan boleh keluar disaat ada kebutuhan mendesak dan itupun atas izin lelaki. Sehingga mengharuskan wanita harus ada dibelakang tembok.
 Ustman bin affan mengatakan “ aku mendengar rosulullah saw bersabda “  seorang isteri yang keluar rumah suaminya akan dilaknat oleh segala yang ada di muika bumi dan ikan-ikan di laut “

Ayat-ayat di atas difahami sebagai kewajiban atas kaum lelaki terhadap isteri-isteri mereka untuk tidak keluar rumah, padahal pemahaman di atas masih belum utuh, sebab isteri yang dimaksud adalah isteri-isteri nabi dan untuk konteks tertentu tidak dikhususkan kepada semua kaum perempuan, juga disebtukan dalam kitab “ Uqud Al lujain “ ustman bin affan “bahwa tak ada satupun dalam hadist yang popular menyebutkannya, dalam terminology hadist “ la ashla lahu atu lam ajid lahu ashlan “ jelas sudah bahwa invaliditasi hadistnya masih belum jelas.
Dalam urusan politik kaum perempuan menempati kursi yang paling bawah, bahkan nyaris tidak ada,hal ini akibat dari bias gender yang sudah mengkerut dalam bilik sejarah yang meminggirkan kaum perempuan. Adapun sejata yang menjadi kekuatan para lelaki mengenai kepemimpinanannya yang sudah dijleaskan oleh al-qur’a bahwa “ arrijalu qowwamuna ala ‘n-nisa “ kaum lelaki adalah pemimpin untuk kaum perempuan, padahal ayat ini dikhususkan dalam ranah domestic bukan diluar kiprah keberpihakan kaum perempuan atas haknya, tapi ada juga sebagian ulamak yang tidak memperbolehkan keterlibatan kaum perempuan dalam urusan politik, sebab hak-hak kepemimpinan sepenuhnya berada pada genggaman lelaki, pandangan ini sangat  tidak sejalan dengan kebebasa wanita dalam memenuhi haknya di luar ranah domestic, padahal para pakar islam dulu sudah membay’at (janji setia kepada nabi dan ajarannya) sebagai bukti kebebasan perempuan untuk memilih dan menentukan arah yang mereka inginkan sesuai dengan kebebasannya melakukan suatu hal sesuai keinginannya. Akan tetapi sampai detika Ini bay’at ini belum mampu mengalahkan kiprah seorang lelaki atas kaum perempuan, padahal al-qur’an tidak pernah melarang kaum perempuan dalam keterlibatannya dengan masyarakat, termasuk dalam politik.
 Melirik kaca mata sejarah sejak zaman nabi dulu, “ Ambillah  separuh pelajaran agama kamu dari kaum yang cantik ini”  amar ini ditujukan kepada balqis, ratu bangsa saba, aisyah bint abu bakar, isteri nabi adalah guru para sahabat dulu. Sebab wanita itu secara kemampuan melebihi dari lelaki,  aisyah dulu juga perna memimipin sebuah peperangan melawan ali ibn abi thalib yang ketika itu menduduki kepala Negara, (atas keberhasilannya dalam islam dinamakan perang unta 653 M). rabi’ah al adawiyyah, guru hasan al basri, rabi’ah lebih unggul dibanding hasan, sebab kecintaanya kepada tuhan mengalhakan cintanya kepada hasan. Belum lagi ummu hani yang dipercaya untuk menjaga keamanannya dulu dari orang musyrik. Gambaran di atas adalah bias gender politik yang tidak pernah melarang kaum perempuan untuk terlibat dalam politik.
Teks teks kekerasan terhadap perempuan sudah menjadi transformasi kulturis yang disupport dengan teks-teks keagamaan yang partikulatif oleh banyak orang, wahasil ketimpangan dan disinterpretasi teks terhadap suatu ayat mengakibatkan kerugian besar terhadap kaum perempuan. atas dasar hak yang dimiliki oleh kaum perempuan tergadaikan oleh statement yang menumpulkan kaum peremupan dalam posisi strategis, padahal kaum perempuan juga mempunyai hak dan suara untuk berekspresi dalam kancah politik dll.
Sebenarnya akar permaslahan yang menimpa atas kaum perempuan bermula dari backround sejarah dulu yang dikuatkan denan dalil-dalil yang pemahamannya tidak utuh, semisal hadist, Interpretasinya terpotong sehingga pemahaman yang mereka terapkan cendrung mengesampingkan kaum wanita, persepsi diskriminatif terjadi karena kesalahan mufassir dalam menginterpretasi teks, cara penafsiran yang partikulatif, dan persepsi ataupun satatment yang didasarkan terhadap hadist yang lemah(red;islam agama ramah perempuan). Dianggap penting bahkan sebuah kewajiban yang nyata bila pertimbagan kita adalah nyawa sesama,  demi martabat seorang manusia di mata tuhan dan sesama sangat penting untuk meneliti keabsahan hadist tersebut sebelum kita melegetimasi dalil untuk kepentingan yang kita maksud,  menurut kiai nawawi yang tengah meneliti sejumlah banyak hadist dalam kitabnya Uqud Al lujain bahwa” ada 30 hadist yang tidak jelas dan tidak akurat sama sekali”  duuh sungguh meruginya kaum perempuann karena suatu dalil tidak valid yah ..lantas siapa yang mau disalahkan, hemat penulis  semua para mufakkir dan semua ulamak mereka sama-sama ingin mencari kebenaran tentang ijtihaddnya namun akan menjadi sebuah kesalahan besar jika apa yangmereka sampai tidak didasarkan terhadap dasar-dasar hadist yang shohih,  hendaknya malakukan pengujian atas transmisi (sanad) teks maupun melalui pemahaman substansial atau teks itu sendiri (matan) bagi seorang mufassir sebelum mereka terkesampingan dari zona aman menuju zona kesesatan atas ijtihaddnya.
Huuu …capek (hiks..

Comments

Popular posts from this blog

PROGRAM KERJA MASJID BERSIH (PKMB) 2016

View